Sabtu, 10 April 2010

Karomah KH. Asrori Al-Ishaqi www.karomah.com

Tergelitik hati untuk menuliskan tentang pengalaman pribadi, bagaimana luar biasanya karomah yang dimiliki oleh KH. Asrori Al-Ishaqi r.a, setelah membaca buku "Karomah Para Kiai" oleh Samsul Munir Amin.


Karomah-atau dalam Bahasa Indonesia : keramat- memang suatu peristiwa yang sulit diterima akal pikiran manusia pada umumnya. Akan tetapi karomah sering dijumpai dalam berbagai literatur keagamaan, termasuk dalam berbagai literatur-literatur agama selain Islam.


Ada suatu peristiwa yang secara tidak langsung, menurut penulis buku sebagai karomah dari Habib Husein Alaydrus, yang saya pikir mungkin hampir mirip dengan yang pernah saya alami.


Hari itu, Minggu, seperti biasa ada pengajian ahad pagi di Pondok Pesantren As Salafi Al Fitrah, kediaman Romo Kyai Ahmad Asrori. Saya dan teman saya berniat untuk menghadirinya ketika itu. Dan kami pun berangkat dari kost-an kami menuju kesana dengan berboncengan sepeda motor.


Tidak berapa jauh kami dapati, ban belakang motor kempes, kami berpikiran kalau ban ini bocor tentu kami harus menambalnya dan akan perlu waktu yang agak lama, akibatnya kami akan ketinggalan ceramah Kyai Asrori.


Maka kami putuskan, untuk hanya menambah angin saja, mudah-mudahan cukup sampai di pondok, kalau memang ban itu bocor, setelah acara nanti ban itu baru ditambal.


Alhamdulillah, kami pun sampai dipondok dengan selamat, dan dapat mengikuti ceramah Kyai Asrori dari awal hingga akhir. Dan setelah acara berakhir kami pun pulang.


Dalam perjalanan pulang tidak ada tanda-tanda ban motor kempes, kami pulang dengan lancar. Sampai di kost-an, setelah kami ganti baju dan ngobrol-ngobrol di dekat motor itu, tiba-tiba "peessshhh", ban motor itu kempes, dan harus dibawa ke tukang tambal ban untuk ditambal.


Peristiwa itu, menurut saya, walaupun tidak secara langsung, merupakan bagian dari karomah Kyai Asrori Al Ishaqi r.a. Karena karomahnya kami berangkat dan pulang pengajian dengan lancar.

Allahummaghfirlahu warhamhu wa aafihi wa'fuanhu............
Diposkan oleh Muhammad Isa di 03:58 0 komentar
Kenangan KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi
Kenangan KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi
Pimpin Doa dengan Infus di Tangan

RIBUAN orang menangis histeris. Ini terjadi ketika jenazah Hadratus Syekh KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi dimasukkan ke liang lahat, kemarin. Kiai dengan wajah sejuk itu dikenal sebagai imam dan guru Tarekat Qodiriyah wan Naqsabandiyah Al-Usmaniyah yang sedang digandrungi jamaah. Kehadirannya dalam setiap majelis dzikir selalu diharapkan. Doa yang dipanjatkan selalu ditunggu jutaan jamaah Tarekat di seluruh Indonesia, bahkan sampai Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand.

Kiai Asrori -demikian ia biasa dipanggil--kemarin dini hari menghembuskan nafas terakhir. Penyakit kanker yang menghinggapi tubuhnya sejak tiga tahun lalu menyebabkan ia harus menyerah ke Sang Khalik. Jenazah pimpinan Pondok Pesantren Al Fitrah, Kedinding, Surabaya ini dimakamkan di kompleks pondoknya sekitar pukul 11.00 WIB. Meski sudah sakit lama, namun mening¬galkan kiai kharismatis ini tetap saja mengagetkan para santrinya.

Saya mengenal pimpinan tertinggi tarekat ini sudah sejak lama. Bahkan, namanya selalu disebut-sebut ayah saya yang memang juga penganut tarekat ini. Namun, baru mengenal secara pribadi setelah diperkenalkan KH Imam Sughrowadi saat berlangsung manaqib dan zikir kubro di pondok pesantrennya di Blitar, tahun 2005. Setelah itu, beberapa kali saya mengikuti pertemuan khusus dengan para santri setiap habis salat Jumat di kediamannya.

Mengapa para jamaah begitu kehilang¬an kiai kharismatis ini? Selain ia adalah imam tertinggi thariqah yang memiliki jamaah terbesar di Indonesia ini, Kiai Asrori juga sangat mencintai jamaahnya. Ini ditunjukkan ketika berlangsung dikir akbar dalam rangka Hari Jadi Kota Surabaya ke 714, tiga tahun lalu. Seperti diketahui, sejak tahun 2006, di Balaikota Surabaya selalu digelar zikir akbar yang dipimpin Kiai Asrori. Ini menjadi tradisi puncak kegiatan hari jadi sejak tahun itu.

Nah, memasuki tahun kedua, Kiai Asrori mulai menderita sakit kanker darah. Beberapa hari menjelang acara berlangsung, ia harus masuk rumah sakit. Maka, zikir akbar di balai kota itu pun terancam berlangsung tanpa keberadaan Kiai Asrori. Sebagai antisipasi, panitia menyiapkan jalur khusus kursi roda menuju panggung utama untuknya. Baru pagi hari menjelang acara berlangsung, didapat kepastian Kiai akan hadir di majelis zikir tersebut.

Seorang santri dekatnya bilang, ketika itu Kiai memutuskan untuk hadir kare¬na kasihan sama jamaah. "Mereka itu datang dari berbagai kota ingin melihat wajah saya, ingin mengamini doa saya. Karena itu, meski bagaimana pun saya harus datang agar mereka tidak kecewa,'' katanya seperti ditirukan santri tersebut. Akhirnya, Kiai Asrori hadir di majelis itu dengan memakai kursi roda dan infus di tangan.

Begitu selesai berdoa, kiai pamit pulang. "Mohon maaf, saya sudah tidak kuat. Saya mohon pamit dulu untuk beristirahat,'' katanya dengan berbisik kepada saya. Kehadiran kiai di majelis zikir dalam keadaan sakit itu membuat puluhan ribu jamaah yang hadir menangis. Saat itu, saya melihat Menkominfo Prof Dr Mohammad Nuh yang hadir dan sejumlah habaib serta para santri terdekatnya menyeka air mata. Belakangan, Kiai Asrori juga seirng menghadiri acara zikir meski masih dalam keadaan sakit.

Dalam haul Akbar terakhir di Ponpes Alfitrah Kedinding bulan lalu, Kiai Asrori juga memimpin sendiri doanya. Hanya saja, tabung alat bantu pernafasan selalu tersedia di sampingnya. Tampaknya, haul bulan lalu itu merupakan haul pamitan beliau kepada para jamaahnya. Setelah itu, sakit beliau semakin parah. Beberapa jam menjelang subuh kemarin, kanker darah telah mengantarkan beliau ke peristirahatan terakhirnya dalam usia 52 tahun.

Acara haul tahunan ini dihadiri ratusan ribu jamaah dari berbagai kota dan luar negeri. Para jamaah biasanya ditampung di rumah-rumah di sekitar pondok. Untuk makan para jamaah, juga disiapkan ratusan ribu bungkus nasi. Di antaranya juga merupakan sumbangan para warga di sekitar pondok. Pada haul ter¬akhir kemarin, hadir ulama besar dari Makkah, Habib Umar Al-Jaelani.

Dia adalah cucu Syekh Abdul Qadir Jaelani, ulama yang menjadi panutan pa¬ra penganut tarekat. Dalam setiap haul, kisah hidup ulama yang dipercaya sebagai wali Allah ini dibacakan. Kisah itu dikenal dengan kitab Manaqib. Manaqib ini dibaca bersamaan dengan salawat dan kisah-kisah Nabi Muhammad.

Kiai Asrori lahir di Surabaya, 17 Agustus 1957. Ini berarti meninggal sehari se¬telah ulang tahunnya ke 52 kemarin. Dia adalah putra kiai besar di wilayah Surabaya utara, KH Usman Al-Ishaqi. Ayahnya juga seorang mursyid tarekat. Setelah menikahi Ibu Nyai Muthia Setiyawati, Kiai Asrori dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri. Putra terbesarnya kini masih studi di perguruan tinggi.

Kiai Asrori meninggalkan kita semua dalam usia yang relatif masih muda. Namun, ia telah berhasil menjadi panutan dari jutaan jamaah tarekat di berbagai nusantara dan negara-negara lainnya. Akankah lahir kiai pengganti beliau yang bisa menjadi penutan kita semua? Sungguh Kiai, kami pasti akan rindu dengan fatwa-fatwa dan wajah sejukmu.

Karomah KH. Asrori Al-Ishaqi


Tergelitik hati untuk menuliskan tentang pengalaman pribadi, bagaimana luar biasanya karomah yang dimiliki oleh KH. Asrori Al-Ishaqi r.a, setelah membaca buku "Karomah Para Kiai" oleh Samsul Munir Amin.

Karomah-atau dalam Bahasa Indonesia : keramat- memang suatu peristiwa yang sulit diterima akal pikiran manusia pada umumnya. Akan tetapi karomah sering dijumpai dalam berbagai literatur keagamaan, termasuk dalam berbagai literatur-literatur agama selain Islam.

Ada suatu peristiwa yang secara tidak langsung, menurut penulis buku sebagai karomah dari Habib Husein Alaydrus, yang saya pikir mungkin hampir mirip dengan yang pernah saya alami.

Hari itu, Minggu, seperti biasa ada pengajian ahad pagi di Pondok Pesantren As Salafi Al Fitrah, kediaman Romo Kyai Ahmad Asrori. Saya dan teman saya berniat untuk menghadirinya ketika itu. Dan kami pun berangkat dari kost-an kami menuju kesana dengan berboncengan sepeda motor.

Tidak berapa jauh kami dapati, ban belakang motor kempes, kami berpikiran kalau ban ini bocor tentu kami harus menambalnya dan akan perlu waktu yang agak lama, akibatnya kami akan ketinggalan ceramah Kyai Asrori.

Maka kami putuskan, untuk hanya menambah angin saja, mudah-mudahan cukup sampai di pondok, kalau memang ban itu bocor, setelah acara nanti ban itu baru ditambal.

Alhamdulillah, kami pun sampai dipondok dengan selamat, dan dapat mengikuti ceramah Kyai Asrori dari awal hingga akhir. Dan setelah acara berakhir kami pun pulang.

Dalam perjalanan pulang tidak ada tanda-tanda ban motor kempes, kami pulang dengan lancar. Sampai di kost-an, setelah kami ganti baju dan ngobrol-ngobrol di dekat motor itu, tiba-tiba "peessshhh", ban motor itu kempes, dan harus dibawa ke tukang tambal ban untuk ditambal.

Peristiwa itu, menurut saya, walaupun tidak secara langsung, merupakan bagian dari karomah Kyai Asrori Al Ishaqi r.a. Karena karomahnya kami berangkat dan pulang pengajian dengan lancar.

Allahummaghfirlahu warhamhu wa aafihi wa'fuanhu............

Kenangan KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi

Kenangan KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi
Pimpin Doa dengan Infus di Tangan

RIBUAN orang menangis histeris. Ini terjadi ketika jenazah Hadratus Syekh KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi dimasukkan ke liang lahat, kemarin. Kiai dengan wajah sejuk itu dikenal sebagai imam dan guru Tarekat Qodiriyah wan Naqsabandiyah Al-Usmaniyah yang sedang digandrungi jamaah. Kehadirannya dalam setiap majelis dzikir selalu diharapkan. Doa yang dipanjatkan selalu ditunggu jutaan jamaah Tarekat di seluruh Indonesia, bahkan sampai Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand.

Kiai Asrori -demikian ia biasa dipanggil--kemarin dini hari menghembuskan nafas terakhir. Penyakit kanker yang menghinggapi tubuhnya sejak tiga tahun lalu menyebabkan ia harus menyerah ke Sang Khalik. Jenazah pimpinan Pondok Pesantren Al Fitrah, Kedinding, Surabaya ini dimakamkan di kompleks pondoknya sekitar pukul 11.00 WIB. Meski sudah sakit lama, namun mening­galkan kiai kharismatis ini tetap saja mengagetkan para santrinya.

Saya mengenal pimpinan tertinggi tarekat ini sudah sejak lama. Bahkan, namanya selalu disebut-sebut ayah saya yang memang juga penganut tarekat ini. Namun, baru mengenal secara pribadi setelah diperkenalkan KH Imam Sughrowadi saat berlangsung manaqib dan zikir kubro di pondok pesantrennya di Blitar, tahun 2005. Setelah itu, beberapa kali saya mengikuti pertemuan khusus dengan para santri setiap habis salat Jumat di kediamannya.

Mengapa para jamaah begitu kehilang­an kiai kharismatis ini? Selain ia adalah imam tertinggi thariqah yang memiliki jamaah terbesar di Indonesia ini, Kiai Asrori juga sangat mencintai jamaahnya. Ini ditunjukkan ketika berlangsung dikir akbar dalam rangka Hari Jadi Kota Surabaya ke 714, tiga tahun lalu. Seperti diketahui, sejak tahun 2006, di Balaikota Surabaya selalu digelar zikir akbar yang dipimpin Kiai Asrori. Ini menjadi tradisi puncak kegiatan hari jadi sejak tahun itu.

Nah, memasuki tahun kedua, Kiai Asrori mulai menderita sakit kanker darah. Beberapa hari menjelang acara berlangsung, ia harus masuk rumah sakit. Maka, zikir akbar di balai kota itu pun terancam berlangsung tanpa keberadaan Kiai Asrori. Sebagai antisipasi, panitia menyiapkan jalur khusus kursi roda menuju panggung utama untuknya. Baru pagi hari menjelang acara berlangsung, didapat kepastian Kiai akan hadir di majelis zikir tersebut.

Seorang santri dekatnya bilang, ketika itu Kiai memutuskan untuk hadir kare­na kasihan sama jamaah. "Mereka itu datang dari berbagai kota ingin melihat wajah saya, ingin mengamini doa saya. Karena itu, meski bagaimana pun saya harus datang agar mereka tidak kecewa,'' katanya seperti ditirukan santri tersebut. Akhirnya, Kiai Asrori hadir di majelis itu dengan memakai kursi roda dan infus di tangan.

Begitu selesai berdoa, kiai pamit pulang. "Mohon maaf, saya sudah tidak kuat. Saya mohon pamit dulu untuk beristirahat,'' katanya dengan berbisik kepada saya. Kehadiran kiai di majelis zikir dalam keadaan sakit itu membuat puluhan ribu jamaah yang hadir menangis. Saat itu, saya melihat Menkominfo Prof Dr Mohammad Nuh yang hadir dan sejumlah habaib serta para santri terdekatnya menyeka air mata. Belakangan, Kiai Asrori juga seirng menghadiri acara zikir meski masih dalam keadaan sakit.

Dalam haul Akbar terakhir di Ponpes Alfitrah Kedinding bulan lalu, Kiai Asrori juga memimpin sendiri doanya. Hanya saja, tabung alat bantu pernafasan selalu tersedia di sampingnya. Tampaknya, haul bulan lalu itu merupakan haul pamitan beliau kepada para jamaahnya. Setelah itu, sakit beliau semakin parah. Beberapa jam menjelang subuh kemarin, kanker darah telah mengantarkan beliau ke peristirahatan terakhirnya dalam usia 52 tahun.

Acara haul tahunan ini dihadiri ratusan ribu jamaah dari berbagai kota dan luar negeri. Para jamaah biasanya ditampung di rumah-rumah di sekitar pondok. Untuk makan para jamaah, juga disiapkan ratusan ribu bungkus nasi. Di antaranya juga merupakan sumbangan para warga di sekitar pondok. Pada haul ter­akhir kemarin, hadir ulama besar dari Makkah, Habib Umar Al-Jaelani.

Dia adalah cucu Syekh Abdul Qadir Jaelani, ulama yang menjadi panutan pa­ra penganut tarekat. Dalam setiap haul, kisah hidup ulama yang dipercaya sebagai wali Allah ini dibacakan. Kisah itu dikenal dengan kitab Manaqib. Manaqib ini dibaca bersamaan dengan salawat dan kisah-kisah Nabi Muhammad.

Kiai Asrori lahir di Surabaya, 17 Agustus 1957. Ini berarti meninggal sehari se­telah ulang tahunnya ke 52 kemarin. Dia adalah putra kiai besar di wilayah Surabaya utara, KH Usman Al-Ishaqi. Ayahnya juga seorang mursyid tarekat. Setelah menikahi Ibu Nyai Muthia Setiyawati, Kiai Asrori dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri. Putra terbesarnya kini masih studi di perguruan tinggi.

Kiai Asrori meninggalkan kita semua dalam usia yang relatif masih muda. Namun, ia telah berhasil menjadi panutan dari jutaan jamaah tarekat di berbagai nusantara dan negara-negara lainnya. Akankah lahir kiai pengganti beliau yang bisa menjadi penutan kita semua? Sungguh Kiai, kami pasti akan rindu dengan fatwa-fatwa dan wajah sejukmu.

New Search